Caitlyn Header

Caitlyn Header

Wednesday, August 06, 2003

Djakarta!



Break selama tiga jam bukanlah sesuatu yang menyenangkan tapi tidak juga membosankan. Setelah tutorial AFC1030 selesai dan gue tidak mengerti dengan sukses, akhirnya terdamparlah gue di lantai basement Matheson Library, tepatnya di Asian Studies Research Library (ASRL). Rencana untuk mengulang tutorial memang sedikit terlaksana, tapi ada yang lebih menarik untuk di baca tadi, yaitu Majalah Djakarta! atau mereka bilang Djakarta! Magazine. Kenapa setelah kata Djakarta selalu ada tanda seru, gue juga kurang tahu alasannya. Mungkin doi mengikuti tren Yahoo! kali yeee. Oh iya, jangan heran kenapa ada Djakarta! di Australia. Bukan gue yang bawa dari Jakarta lho, tapi emang ada majalah itu di ASRL.

Banyak yang menarik dari majalah yang bisa dibilang cukup baru ini. Doski agak lebih nyentrik dari majalah-majalah di Indonesia pada umumnya. Mereka bilang Djakarta! adalah "the city life magazine". Kenapa dibilang begitu, kembali lagi ke jawaban awal, gue juga kurang tahu! Hehehehe.... . Konsep majalah ini, kalau menurut gue, mungkin tentang kebebasan berekspresi para penulisnya. Salah satu yang cukup menyedot waktu gue untuk membaca adalah tulisannya Bapak Seno G. Ajidarma. Menyedot waktu bukan berarti gue bacanya lelet lho, cuma kata-katanya kayanya enak untuk dibaca berulang-ulang. Judul artikelnya "Jakarta Tidak Gemerlapan". Menurut gue kata-katanya tuh implisit tapi dapat dengan mudah untuk dimengerti.

Dalam tulisan itu, doski bercerita tentang Jakarta saat ini, bahwa ada sesuatu yang kontradiktif terjadi di ibukota negara Indonesia itu. Di satu sisi gedung-gedung bertingkat yang menutup awan kelabu Jakarta yang penuh polusi berdiri tegak dengan angkuhnya, tapi di sisi lain tepatnya di belakang atau samping gedung itu, bercokol dengan malu-malu gubuk-gubuk liar manusia terbuang kota ini. Yang bikin gue heran, meskipun di dalam Djakarta! ada tulisan yang sangat membumi dan bagus tentang kontrasnya kehidupan Jakarta, tapi Djakarta! sendiri dengan pe-de menyebut dirinya "the city life magazine" yang harga per eksemplarnya relatif mahal untuk ukuran kantong-kantong banyak sekali manusia Jakarta. Lagian, jelas-jelas Djakarta! tahu bahwa si "city" alias Jakarta sendiri ini tidak terdiri dari manusia banyak duit saja melainkan ada juga manusia yang makan sekali sehari aja susah, kenapa juga pake kata "city" di dalamnya. Apakah betul Jakarta itu sebuah "city"? Ada cuplikan kata yang gue suka dari artikel ini yaitu " Kegemerlapan Jakarta adalah cermin kepahitan yang gagal di redamnya", yang kalau dipikir-pikir bener juga sih. Hmmm.... Jakarta oh Jakarta. Bom lagi... bom lagi!

Well, akhirnya conclusion gue adalah mau gimana bentuknya, manusia itu pada dasarnya sama dari Ibu Presiden, Bapak-bapak Menteri, Eksmud-eksmud, sampai wartawan dan tukang bajaj, semuanya sama. Sama-sama butuh makan, butuh duit, apa juga dilakukan asalkan yang di mau bisa didapatkan. Hanya saja caranya berbeda-beda, ada yang halal ada yang haram. Sekarang terserah Anda, mau pilih jalan yang mana? Karena pada dasarnya, hidup itu sendiri adalah sebuah pilihan. Jadi jangan kaget kalau setiap harinya kehidupan Anda selalu dilalui dengan pilihan-pilihan yang kadang tidak mudah. Tapi ada cara yang sangat mujarab untuk dengan yakin memilih pilihan Anda itu, yaitu dengan meminta pada Allah SWT karena Allah lah pemilik segalanya. Seperti yang tersurah dalam arti Surat Al An'aam ayat 57 di bawah ini:

Katakanlah, " Sesungguhnya aku di atas keterangan dari Tuhanku (Al Quran), dan kamu mendustakannya. Aku tidak mempunyai hak tentang apa yang kamu minta segerakan itu. Tidak ada suatu keputusan melainkan bagi Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia sebaik-baik pemberi keputusan".

No comments: